The Work of Rachel Mantiri

March 14, 2016 2016年3月14日

Rachel Mantiri is a Jakarta-based mixed media artist with an affinity for the human form. Her cut and paste technique used in conjunction with an ethereal utilization of space creates emotive pieces. She begins each piece without any intentions of conveying a specific vibe, but rather goes with a more spontaneous and organic approach. Much of Rachel’s work is based simply on projections of her personal mood and feelings during the creative process. Neocha recently spoke with this talented artist about her work and inspirations.


Rachel Mantiri adalah artis media campuran yang berbasis di Jakarta dengan ketertarikan pada bentuk manusia. Teknik potong dan tempelnya yang digunakan dalam hubungannya dengan pemanfaatan ruang secara halus menciptakan potongan-potongan emosional. Ia memulai setiap bagian tanpa niat menyampaikan getaran tertentu, alih-alih ia menggunakan pendekatan yang lebih spontan dan organik. Banyak dari karya Rachel didasarkan pada proyeksi dari suasana hati dan perasaan pribadinya selama proses kreatif tersebut. Neocha baru-baru ini bercakap-cakap dengan seniman berbakat ini tentang pekerjaan dan inspirasinya.

Neocha: How did you get started on your creative journey?

Rachel: It all started in middle school when I was first introduced to anime. The aesthetics appealed to me and I wanted to try it out. Most of my school days were spent drawing anime and manga. I went on to study visual communications, and pursued a career in graphic design in Singapore. I also worked in publishing for a couple of years and that is where I had my first introduction to fashion. My journey then took me to Bali, where I worked in fashion photography for a couple of years. Throughout that time, I’ve experimented with multiple different art forms and aesthetics. This led to me building up an interest in various forms of art: from dark to surreal, psychedelic to minimal. Through my artistic experimentation I have learned new trades and gained interest in new mediums. Every new trade I have mastered has improved the quality of my last. For example, learning the concept of lighting techniques for photography has made me a better illustrator. Moreover, if I take the thought process that I apply as an illustrator and utilise it in my design work, I create better concepts.


Neocha: Bagaimanakah Anda memulai perjalanan kreatif Anda?

Rachel: Semua dimulai di sekolah menengah ketika saya pertama kali diperkenalkan kepada anime. Estetikanya menarik bagi saya dan saya ingin mencobanya. Sebagian besar hari-hari sekolah saya dihabiskan untuk menggambar anime dan manga. Saya melanjutkan ke studi komunikasi visual, dan mengejar karier desain grafis di Singapura. Saya juga bekerja di penerbitan selama beberapa tahun dan di situlah untuk pertama kalinya saya berkenalan dengan mode. Perjalanan saya kemudian membawa saya ke Bali, di mana saya bekerja di bidang fotografi mode selama beberapa tahun. Sepanjang waktu itu, saya bereksperimen dengan berbagai bentuk dan estetika seni yang berbeda. Hal ini membangun minat saya dalam berbagai bentuk seni: dari gelap sampai surealis, psikadelik sampai minimal. Melalui eksperimen artistik saya telah belajar keterampilan-keterampilan baru dan menemukan ketertarikan pada media-media baru. Setiap keterampilan baru yang telah saya kuasai meningkatkan kualitas saya. Misalnya, belajar konsep teknik pencahayaan untuk fotografi telah membuat saya menjadi seorang ilustrator yang lebih baik. Selain itu, jika saya menggunakan proses berpikir yang saya terapkan sebagai ilustrator dan memanfaatkannya dalam pekerjaan desain saya, saya akan membuat konsep yang lebih baik.

Neocha: How do you choose a subject or topic to illustrate? For you, is there a lengthy process of research, or are you more likely to be inspired to create in the spur of the moment?

Rachel: Somewhere in between, I think. There are times when I will do research subconsciously. For example, when I’m reading an article about mythology and then a few days later I’m incorporating some of the content from that article into my next piece of work. I guess daily life chooses my subjects for me at times too. The process is obviously very different for commissioned work. Research and development is necessary in that aspect, but not too much – otherwise it just begins to clutter my process.


Neocha: Bagaimana Anda memilih subjek atau topik ilustrasi? Bagi Anda, apakah ada proses penelitian yang panjang, atau Anda lebih mungkin terinspirasi untuk berkarya secara mendadak?

Rachel: Saya rasa, di antara keduanya. Ada saat-saat ketika saya secara sadar akan melakukan penelitian. Misalnya, ketika saya membaca sebuah artikel tentang mitologi dan kemudian beberapa hari kemudian saya memasukkan beberapa konten dari artikel tersebut menjadi bagian dari pekerjaan saya yang berikutnya. Saya kira kadang-kadang kehidupan sehari-hari juga memilihkan subjek-subjek untuk saya. Proses ini jelas sangat berbeda untuk pekerjaan tugas. Penelitian dan pengembangan jelas diperlukan dalam aspek itu, tetapi tidak terlalu banyak – jika tidak maka hal itu hanya akna mengacaukan proses saya.

Neocha: Taking photographs and including them into your illustrations creates a surrealist collage effect. How do you feel about combining media? Do you prefer to use digital illustration programs, or is cutting and pasting in real life more fun for you?

Rachel: I think it is more about which medium is suited best for getting the idea across. There are certain effects I can only achieve by doing things digitally, and similarly there are certain vibes I can only achieve with traditional cut and paste. Some subjects work better photographed, and some work better drawn. They are all fun to work on.


Neocha: Memfoto dan memasukkannya ke dalam ilustrasi Anda menciptakan efek kolase surealis. Bagaimana perasaan Anda terhadap penggabungan media? Apakah Anda lebih suka memilih menggunakan program ilustrasi digital, atau apakah memotong dan menempelkan dalam kehidupan nyata lebih menyenangkan bagi Anda?

Rachel: Menurut saya hal itu lebih kepada mengenai media mana yang paling cocok untuk mewujudkan idenya. Ada efek tertentu yang hanya bisa dihasilkan dengan melakukan hal-hal secara digital, dan juga ada getaran tertentu yang hanya bisa dihasilkan dengan potong dan temple secara tradisional. Beberapa subjek lebih baik difoto, dan beberapa karya lebih baik digambar. Semuanya menyenangkan untuk dikerjakan.

Neocha: What is your favourite piece of work? Why is it so special to you?

Rachel: Mask – this is an image that I had retained in the back of my mind for quite some time. One that I wanted to execute in my early years but lacked the skill to complete. It is a favourite because there was no pre-planning or research involved. It was a spur of the moment piece that I did as a break between other works. Only when it was completed did I realise that this was that  piece I had always wanted to create in the past. My subconscious mindset somehow took over.


Neocha: Apakah karya favorit Anda? Mengapa begitu spesial untuk Anda?

Rachel: Mask – ini adalah gambar yang telah tertahan dalam pikiran saya selama beberapa waktu. Salah satu yang ingin saya kerjakan pada tahun-tahun awal saya tetapi saya tidak memiliki keterampilan untuk menyelesaikannya. Ini favorit karena tidak ada perencanaan atau penelitian apa pun sebelumnya. Ini adalah karya dadakan yang saya kerjakan di sela-sela karya lainnya. Hanya saja ketika karya itu selesai saya menyadari bahwa ini adalah karya yang selalu ingin saya buat di masa lalu. Pola pikir bawah sadar saya entah bagaimana mengambil alih.

Neocha: Tell us more about your photography process. How do you like to shoot, and what do you shoot with?

Rachel: My basic setup is a Canon 7D, 70-200mm f2.8 lens and two Elinchrom strobe lights. Sometimes I rely on natural light, but given the choice, I prefer to shoot in the studio because of the control I have over lighting.


Neocha: Ceritakan lebih banyak mengenai proses fotografi Anda. Dengan cara bagaimana Anda suka mengambil foto dan kamera apa yang Anda gunakan?

Rachel: Setelan dasar saya ialah Canon 7D, lensa 70-200mm f2,8 dan dua lampu strobo Elinchrom. Kadang-kadang saya mengandalkan cahaya alami, tapi jika diberi pilihan, saya lebih memilih untuk mengambil gambar di studio karena saya lebih dapat mengendalikan pencahayaannya.

Neocha: Can you recommend some places that creative-minded people would enjoy in Indonesia?

Rachel: Indonesia is rich in culture and nature. There are so many places where creative-minded people would enjoy. If I had to name just one, it would be Bali – the vibe is so laid back and the beaches are amazing. The people there are crazy creative; I discovered myself as an artist there.


Neocha: Dapatkah Anda merekomendasikan beberapa lokasi di Indonesia yang dapat dinikmati oleh mereka yang berpikiran kreatif?

Rachel: Indonesia kaya secara budaya dan alam. Ada banyak tempat yang akan dapat dinikmati oleh orang-orang berpikiran kreatif. Jika saya harus menyebutkan satu, saya akan menyebut Bali – getarannya sangat tenang dan pantai-pantainya menakjubkan. Orang-orang di sana gila-gilaan kreatifnya; Saya menemukan jati diri saya sebagai artis di sana.

Neocha: You were born in Indonesia and you’ve spent a few years in Singapore, but now you find yourself back in your homeland.  Tell us about Singapore and Indonesia’s creative community or creative industry.

Rachel: I was born in Jakarta but I spent most of my years growing up in Sri Lanka. I moved to Singapore for six years, and then Bali for three years, and I am now based in Jakarta. The creative industry varies in all the places I’ve stayed and at times it has been non-existent. Regardless, there’s always a small community of artists, designers, and photographers everywhere. Being fully immersed into the Jakarta creative community is something I’m really looking forward to.


Neocha: Anda lahir di Indonesia dan Anda menghabiskan beberapa tahun di Singapura, tapi sekarang Anda kembali di tanah air Anda. Beritahu kami mengenai komunitas atau industri kreatif Singapura dan Indonesia.

Rachel: Saya lahir di Jakarta tapi saya menghabiskan sebagian besar tahun saya tumbuh di Sri Lanka. Saya pindah ke Singapura selama enam tahun, dan kemudian Bali selama tiga tahun, dan saya sekarang tinggal di Jakarta. Industri kreatif bervariasi di semua tempat yang pernah saya tinggali dan ada kalanya seperti tidak ada. Apa pun, selalu ada komunitas kecil seniman, desainer, dan fotografer di mana-mana. Menjadi sepenuhnya merasuk ke dalam komunitas kreatif Jakarta adalah sesuatu yang benar-benar saya nantikan.

Websiterachelmantiri.com
Facebook~/rm.moodscape
Instagram: @moodscape

 

Contributor: Mireille Paul


Situs web: rachelmantiri.com
Facebook: ~/rm.moodscape
Instagram: @moodscape

 

Kontributor: Mireille Paul

You Might Also Like你可能会喜欢