#whatmyhandsdoing

July 12, 2016 2016年7月12日

22-year old Romo Jack is an Indonesian visual artist who’s more commonly known as @ponypork on Instagram. He is most well known for his #whatmyhandsdoing project, which has become a viral sensation in recent years. This series of photos shot from an overhead bird’s-eye perspective depicting Romo’s own two hands perform everyday tasks, ranging from simple activities like picking eggs to mixing paint. Romo’s tasteful sense of aesthetics and his skillful eye for stylizing scenes has transformed these mundane activities into compelling images.


Usia 22 tahun Romo Jack adalah seniman visual yang lebih umum dikenal sebagai @ponypork di Instagram. Dia lebih terkenal dengan proyek #whatmyhandsdoing, yang mana telah menjadi sensasi viral baru-baru ini. Seri pengambilan foto dari sudut pandang mata seekor burung menggambarkan Romo memiliki sepasang tangan yang melakukan tugas sehari-hari, yang mana tingkatannya dari kegiatan yang sederhana seperti memungut telur hingga memadukan lukisan. Cita rasa Romo akan keindahan dan kemampuan mata nya untuk menyesuaikan dengan keadaan telah mengubah kegiatan duniawi kedalam kesan yang sangat menarik.

Born and raised in Jakarta, Indonesia, Romo simply describes himself as “creative worker”. Looking to prove that art should know no bounds, he has been fervently exploring different methods of self-expression. But surprisingly, prior to working on his #whatmyhandsdoing series, Romo had initially intended to pursue a degree in accounting and information systems, as well as learn Mandarin Chinese. In the end, both of these things didn’t feel right for him, and Romo ended up pursuing the arts. He admits he wasn’t always into art, and had never considered himself as an “artsy” person. But as time went by, he realized that art was something that can be found in every aspect of life.


Lahir dan besar di Jakarta, Indonesia, Romo secara sederhana menggambarkan dirinya seorang “pekerja yang kreatif”. Mencari cara untuk membuktikan bahwa seni tidak memiliki batasan, dia sepenuhnya menggali cara yang berbeda dalam mengekspresikan diri.Tapi tak disangka, sebelum seri #whatmyhandsdoing, pada awalnya Romo bermaksud mengejar gelar sistem akuntansi dan informasi, serta mempelajari Mandarin Cina. Pada akhirnya, kedua hal tersebut terasa tidak sesuai untuk dirinya, dan pada akhinya Romo mengejar seni. Dia mengakui dia tidak selalu dalam seni, dan tidak pernah berpikir bahwa dirinya adalah individu yang “berseni”. Tapi seiring berjalannya waktu, dia menyadari bahwa seni adalah sesuatu yang ditemukan dalam segala aspek kehidupan.

Laughing about his failure to learn Chinese, Romo recounts meeting a group of talented Instagrammers while studying in China in 2015. Instagram, being the creatively nurturing platform it is, has cultivated a healthy community of young creatives. Meeting these creative minds was pivotal to his growth as an artist, leading to an endless yearning to create. His #whatmyhandsdoing series was conceptualized not too long after. “I found out that you don’t need to spend too much time coming up with a concept – which can just lead you to do nothing in the end. The important thing is to take a look around and just do it!”


Menertawakan kegagalannya belajar bahasa Cina, Romo menceritakan pertemuan dengan grup Instagrammers berbakat ketika dia belajar di Cina pada tahun 2015. Instagram, menjadi lebih kreatif dalam memelihara mimbarnya, telah dibudidayakan komunitas yang sehat dari kaula muda kreatif. Bertemu dengan pemikiran kreatif sangat penting untuk pertumbuhannya sebagai seorang seniman, menyebabkan kerinduan tak berujung yang tercipta. Seri #whatmyhandsdoing miliknya di jadikan konsep tak lama kemudian. “Saya menemukan bahwa Anda tidak butuh menghabiskan terlalu banyak waktu memikirkan sebuah konsep, dan tidak satupun terlaksana pada akhirnya. Hal terpenting adalah melihat sekeliling dan mulai melakukan.”

Through this project, Romo wanted to showcase the process of simple everyday activities such as cooking, which is one of his favorite pastimes, and much more. He tells us, “What my eyes always see when I wake up from bed until I fall back asleep are what my hands are doing. There might be thousands, or even millions of things our hands have to do. So I thought, ‘why don’t I try to visualize this idea?’ We need to be more sensitive to the environment around us. No matter how small or trivial something appears, it could still have an interesting story to tell.”


Melalui proyek ini, Romo ingin menunjukkan proses kegiatan sederhana sehari-hari seperti memasak, yang mana merupakan hiburan favorit, dan masih banyak lagi. Dia berkata”Apa yang mata saya selalu lihat pada saat saya bangun sampai saya kembali tidur adalah apa yang dilakukan oleh tangan saya. Bisa jadi ada ribuan, atau bahkan jutaan hal yang tangan kita lakukan. Sehingga saya berpikir “kenapa tidak kita coba untuk menggambarkan ide ini?” Kita harus lebih sensitif terhadap lingkungan sekitar kita. Tidak perduli bagaimana hal kecil atau sepele yang muncul, itu masih memiliki hal yang menarik untuk diceritakan.”

On social media nowadays, people only spend a second or two viewing an image before scrolling onto the next one. So to many people, the #whatmyhandsdoing project might appear to be a bit simple at very first glance. But in reality, from the conceptualizing to collecting the necessary material, and creating the final photo will generally take Romo at least an entire week. Many times, it might even be upwards of two weeks from start to completion. “To create an image is not a hard thing to do, especially since my photos are just daily activities. It’s a matter of how we arrange things to make it more aesthetically pleasing and artistic,” he admits. “Sometimes I find myself with ideas in mind, but find it really difficult to bring to life. The idea would be just stuck in my mind, and I wouldn’t be able to get over it. So I began scavenging alleyways and browsing traditional markets in order to find the items necessary for me to bring these ideas to life.”


Sekarang pada media sosial, orang-orang hanya menghabiskan satu atau dua detik melihat gambar sebelum bergulir ke gambar lainnya. Sehingga untuk banyak orang, proyek #whatmyhandsdoing boleh jadi muncul lebih sederhana pada pandangan pertama. Tapi pada kenyataannya, dari mengkonsep, hingga mengumpulkan materi yang dibutuhkan, dan menciptakan hasil akhir foto umumnya Romo membutuhkan waktu paling tidak selama seminggu penuh. Berulang kali, itu bahkan membutuhkan lebih dari 2 minggu dari awal hingga penyelesaian. “Untuk menciptakan sebuah gambar bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan, terutama karena foto saya hanyalah kegiatan sehari-hari. Ini adalah salah satu cara bagaimana kita mengatur sesuatu untuk menjadikan keindahan yang menyenangkan dan artistik dalam beberapa hal,” ujarnya. “Terkadang saya menemukan diri saya dengan ide dalam pikiran, tapi sulit untuk membawanya dalam kehidupan. Mereka hanya akan terpaku dalam pikiran saya, dan saya tidak akan mampu melampaui hal itu. Sehingga saya mulai mengais lorong-lorong dan menjelajahi pasar tradisional untuk menemukan barang yang dibutuhkan oleh saya untuk membawa ide kedalam kehidupan.”

In this project, one of the most prominent feature is undoubtedly Romo’s tattooed forearms. “They’re traditional tattoos from the Mentawai tribe, which is known for having designed the oldest tattoos in the world. Also they were created with the hand-tapped method and not done by a machine. These tattoos symbolizes power and strength, and represents the sago palm. The Mentawai lived in the forest, and everything they consume is given by nature, so they tattooed themselves with an overview of these plants. It is a way for them to give thanks to nature,” Romo explains. For the Mentawai tribe, the culture of tattooing themselves with specific symbols and lines is known as Titi. Romo further elaborates by saying, “Tattoos have close ties with their identity, ancestral beliefs, and Sabulungan Arat, which is a system of values that organizes the social and spiritual life of the Mentawai tribe. Each tattoo motif represents something spiritual and meaningful. From the tattoos found on their bodies, it is possible to identify the sub-clan and profession of a Mentawai. Tattooing is like spiritual make-up, and tattooed human bodies are considered to be beautiful in the eyes of spirits that control human destiny and the surrounding world. It is believed tattoos also makes one recognizable to their ancestors when they meet them in the afterlife.”


Pada proyek ini, fitur yang menonjol adalah lengan bertato Romo. Itu adalah tato tradisional dari suku Mentawai, yang dikenal sebagai desain tato tertua didunia. Juga mereka diciptakan dengan metode tangan-diketuk dan tidak dilakukan dengan mesin. Tato itu menyimbolkan kekuasaan dan kekuatan, dan mewakili pohon sagu. Suku Mentawai tinggal di dalam hutan, dan apapun yang mereka konsumsi diberikan oleh alam, sehingga mereka mentato diri sendiri dengan gambaran dari tanaman ini. Itulah cara mereka berterima kasih kepada alam,” Romo menjelaskan. Untuk suku Mentawai, Titi adalah kebuadayaan tato mereka dengan simbol khas dan garis. Romo menerangkan lebih lanjut, dan berkata “Tato memiliki hubungan dekat dengan identitas mereka, kepercayaan nenek moyang, dan Sabulungan Arat, yang mana merupakan sistem nilai yang mengatur kehidupan sosial dan spiritual dari suku Mentawai. Tiap motif tato mewakili sesuatu yang bersifat spiritual dan penuh arti. Dari tato yang ditemukan di badan mereka, ini memungkinkan untuk mengidentifikasi klan keturunan dan profesi seseorang dari Mentawai.Tato adalah polesan spiritual, dan badan orang yang memiliki tato dianggap indah dimata roh yang mengontrol tujuan hidup manusia dan dunia sekitarnya. Tato juga membuat seseorang mudah dikenali oleh nenek moyangnya ketika mereka bertemu di alam baka.”

Romo believes with enough willpower and persistence anyone can create, but the difficulty of creating is doing so with consistency. He greatly admires artists who are able to do so. Despite facing creative blocks from time to time, the challenge of maintaining consistency motivates Romo to continue his #whatmyhandsdoing series. As for where the series will eventually lead him, Romo is unsure, nor does it matter much to him. He only wants to keep creating, and tells us that not every piece of his work might make it to the internet. He plans to complete a hundred pieces of work and host a solo exhibition sometime in the near future.


Romo percaya dengan tekad yang kuat dan kegigihan seseorang dapat menciptakan sesuatu, tapi kesulitan dalam menciptakan adalah melakukan dengan konsisten. Dia sangat mengagumi seniman yang dapat melakukan hal itu. Walaupun menghadapi halangan kreatifitas dari waktu ke waktu, tantangan untuk memelihara konsistensi memotivasi Romo untuk melanjutkan proyek dari seri #whatmyhandsdoing. Demikian seri tersebut pada akhirnya akan menuntunnya, Romo tidak yakin ataukah akan mendatangkan banyak masalah baginya. Dia hanya ingin tetap berkreasi, dan memberitahu kita bahwa itu bukan setiap potongan dari pekerjaannya yang dibuat ke internet. Tujuannya adalah untuk menyelesaikan ratusan potongan pekerjaan dan menjadi Tuan Rumah eksibisi tunggal dimasa depan.

Instagram: @ponypork

 

Contributor: Banny Wang
Images Courtesy of Romo Jack


Instagram: @ponypork

 

Kontributor: Banny Wang
Hak milik gambar Romo Jack